Pages

Saturday, January 11, 2014

Educating Caroline (Pelajaran Cinta untuk Caroline)

Pengarang: Patricia Cabot
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2013
Halaman: 603

Lady Caroline Linford tidak sengaja memergoki tunangannya, Hurst Slater atau Marquis of Winchilsea, sedang bermesraan dengan Lady Jacqueline Seldon, tunangan seorang pengusaha kaya raya tanpa gelar, Braden Granville, di salah satu ruang duduk Dame Ashforth, si penyelenggara pesta. Namun ketika sedang bingung memikirkan langkah apa yang sebaiknya ia ambil menghadapi situasi ini, tiba-tiba Braden Granville muncul menanyakan kepada Caroline di mana tunangannya. Caroline ingin sekali menunjuk Hurst dan Jacqueline yang tengah asyik mesra di balik pintu, namun ia takut Braden akan segera menembak Hurst karena Braden, yang dibesarkan di lingkungan yang keras dan berbisnis senjata api, sudah pasti merupakan pria yang kasar dan jago menembak. Akibatnya, Caroline malah melindungi Hurst dan Jacqueline.

Sesampainya di rumah, Caroline memutuskan untuk membatalkan pernikahannya dengan Hurst. Namun hal itu dicegah oleh ibu Caroline, yang berpendapat bahwa pembatalan pernikahan hanya akan merugikan Caroline dan berakibat tidak akan ada pria lain yang akan melamarnya. Selain itu, akan terkesan pula bahwa keluarga Linford tidak tahu diri karena biar bagaimanapun, Hurst Slater telah menolong adik Caroline, Thomas atau Earl of Bartlett, dari luka tembak yang didapatnya saat terjadi perampokan di Oxford. Keluarga Caroline berhutang nyawa kepada Hurst. Bagaimana mungkin Caroline bisa membatalkan pernikahan? Sebaliknya, ibu Caroline malah menyarankan Caroline agar bisa lebih piawai menarik hati Hurst.

Termakan usul ibunya, Caroline yang polos dan lugu mencoba mencari tahu apa yang bisa ia lakukan untuk menarik perhatian Hurst agar bisa menjauh dari Lady Jacqueline. Ia bertanya pada Lady Emmy, sahabatnya yang aktivis kesetaraan gender, dan adiknya, Thomas. Sayang, ia tidak mendapatkan jawaban yang ia cari. Akal gila Caroline lalu membawanya ke Braden Granville, yang memang terkenal sebagai penakluk wanita dengan julukan Perayu Paling Ulung di Seantero London, dan juga tunangan Jacqueline.

Braden Granville awalnya berpikir kalau Caroline gila dan mengusir wanita itu begitu Caroline mengaku mengetahui dengan siapa Lady Jacqueline menyeleweng dan bersedia bersaksi di pengadilan apabila Braden memutuskan pertunangan dan Lady Jacqueline menggugat pelanggaran janji di pengadilan dengan imbalan pelajaran cinta dari Braden. Namun kemudian, saat usaha Braden membuntuti lelaki misterius Jacqueline tidak kunjung berhasil bahkan malah mengorbankan kaki teman dekatnya, Weasel, Braden terpaksa menyetujui permintaan Caroline. Maka dimulailah pelajaran cinta Caroline oleh Braden.

Caroline adalah sosok wanita yang berbeda dari Jacqueline. Ia tidak seksi, ia tidak genit. Kulitnya cokelat karena keseringan berada di luar ruangan, dan ia gila kuda. Namun Braden tidak bisa melupakan Caroline. Caroline pun demikian. Semakin ia mengenal Braden, semakin Caroline berpikir bahwa apa yang dirasakannya terhadap Hurst selama ini bukanlah cinta. Hurst memang lebih tampan dan berdarah bangsawan dibanding Braden, namun hanya di dekat Braden jantung Caroline melompat-lompat tak karuan.

Sementara itu, Thomas ternyata menyimpan rahasianya sendiri. Luka tembak yang hampir membuatnya kehilangan nyawa bukanlah disebabkan oleh perampokan, melainkan karena ia ditembak oleh bandar judi bernama The Duke setelah ia menuduh orang itu mencurangi kartunya. Dan saat itu, Hurst ada bersama-sama Thomas. Kini, The Duke kembali mengejar Thomas untuk menghabisinya. Thomas harus meminta bantuan kalau tidak ingin nyawanya benar-benar melayang.

Apakah akhirnya perselingkuhan Hurst-Jacqueline akan terbongkar? Apakah Braden, si Perayu Paling Ulung di Seantero London benar-benar tulus mencintai Caroline? Bagaimana nasib Thomas?


Educating Caroline adalah buku historical romance kedua dari Patricia Cabot yang saya baca setelah Lady of Skye. Tidak seperti Lady of Skye yang membuat saya kagum dengan kemampuan Patricia Cabot membuat kisah historical romance yang keluar dari pakem (baca: kehidupan bangsawan kelas atas yang kurang kerjaan, musim pesta yang berarti musim mencari jodoh, jatuh cinta instan dan membuat skandal, mengurus ijin khusus agar bisa menikah kilat, perjodohan demi uang mahar dan warisan, dan sebagainya) dan menitikberatkan pada wabah kolera di pulau terpencil di Skotlandia, kisah Educating Caroline masih berada di dalam pakem. Inti cerita masih mengenai perjodohan masyarakat kelas atas yang lebih dikarenakan urusan silsilah dan harta ketimbang cinta.

Agak membosankan, karena selain cerita yang begitu-begitu saja, buku setebal 603 halaman ini terlalu banyak diisi oleh percakapan yang dipanjang-panjangkan dan sebenarnya bisa dipangkas tanpa mengurangi feel keseluruhan cerita. Yang membuat buku ini masih menarik diikuti sehingga saya masih bisa membalik halaman demi halaman sampai ke halaman terakhir, terletak pada kepiawaian Patricia Cabot menggambarkan generasi muda Inggris tahun 1870-an yang sudah lebih modern dan berani menentang tradisi. Hal ini digambarkan oleh tokoh Lady Emily Stanhope atau Emmy, sahabat karib Caroline yang seorang aktivis kesetaraan hak perempuan dan menolak mengenakan korset. Braden Granville sendiri sebenarnya merupakan cerminan perubahan sosial Inggris yang tidak lagi menomorsatukan garis keturunan dan gelar serta lebih menghormati jerih payah rakyat jelata yang berjuang menjadi pengusaha sukses dan kaya raya. Memang masih ada cibiran dan cemoohan setiap Granville berada di tengah para bangsawan, namun tidak sedikit yang mengakui kehebatan Braden. Caroline, si tokoh utama, bukannya tidak memiliki andil. Ia terkenal cinta akan kuda dan tidak ragu menghardik siapapun, bahkan seorang Dowager Duchess, yang dilihatnya menyiksa kuda. Sekedar informasi, di tahun 1870 dan seterusnya, masyarakat kelas menengah Inggris memang sedang maju-majunya. Mereka mulai menikmati sejumlah hak yang tadinya hanya dimiliki kelas bangsawan. Selain itu, humor-humor ala Patricia Cabot pun masih mewarnai cerita dan kerap membuat saya tersenyum sendiri membaca perdebatan antara Caroline dan Braden atau percakapan Caroline dengan Emmy.

Sebagai penutup, untuk saya pribadi, saya masih merasa novel Lady of Skye jauh berada di atas Educating Caroline dalam daftar historical romance favorit saya. Namun, novel ini masih tetap enak untuk dinikmati sebagai bacaan ringan yang menghibur. Hanya perlu diingat, novel historical romance adalah bacaaan dewasa. Pastikan umur anda cukup sebelum membacanya ya!

8 comments:

  1. Ini namanya cinta segi empat ya ? Caroline yang awalnya pengen supaya hurst melihat padanya eh malah jatuh hati pulsa sama pengajarnya si Braden dan begitu pula sebaliknya . ini mah tuker pasangan namanya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar!!! Tuker pasangan. Ahahaha. Geblek emang ceritanya.

      Delete
  2. Replies
    1. Nggak kok mbak. Minimal make kipasnya.. ihihii

      Delete
  3. Aku masih belum terlalu bisa beradaptasi sama buku-buku terjemahan, jarang juga sih bacanya, atau mungkin cuma pernah baca dengan bacaan yang bisa dihitung jari *1...2...3*. Kebanyakkan kan buku terjemahan gini biasanya penerbitnya GPU ya.., masih jarang juga punya koleksi dari penerbit yang besar ini, mungkin suatu saat bisa lebih banyak ditambah ya.

    Dan buku Educating Caroline, cukup diceritakan sama Kak Nana aja aku udah puas, soalnya terlalu kenyang baca buku dengan 600+ gitu :D

    ReplyDelete
  4. cinta-cinta kadang menyakitkan dan kadang mneyenangkan sungguh terlalu

    ReplyDelete
  5. Patricia Cabott tuh Meg Cabott bukan sih na? Kayanya pernah baca dimana gitu... ini kisah cinta segi 4 yaaaa hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, Meg Cabot. Bukan cinta segiempat sih, soalnya yang cinta beneran cuma si Caroline sama Braden. Sisanya siih... ya gitu mbak.. Khas Hisrom laah.

      Delete

What is your thought?