Pages

Friday, October 21, 2016

[Movie & Book] Wonderful Life

Awalnya adalah tawaran dari teman yang bekerja di penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) untuk ikutan nonton bareng film ini, yang dibuat karena terinspirasi dari buku non-fiksi berjudul sama karya Amalia Prabowo terbitan KPG. Karena saya tidak bisa mengikuti acara nonton barengnya, maka teman saya memberikan voucher bioskop saja, yang bisa saya gunakan kapan saja saya mau menonton. "Tapi nanti kamu review, ya," pesannya. "Kalau begitu, kasih bukunya juga dong," tawar saya. Bukan karena apa-apa, tapi saya ini penonton film yang payah. Jangankan untuk menulis review film, untuk mengingat detail adegan di film pun saya sulit. Jadi, akan lebih baik kalau saya baca bukunya dulu, sehingga ketika menonton filmnya nanti, saya akan menganggapnya seperti menonton ilustrasi buku. Untung teman saya baik, akhirnya saya mendapatkan bukunya juga, walau bukan buku non-fiksi Wonderful Life karya Amalia Prabowo tadi, melainkan buku adaptasi dari naskah filmnya.

Dan langsung saya baca.

Dan habis dalam waktu 1 setengah hari.

Sempat pakai adegan mata berkaca-kaca di Transjakarta pula! *haiz!!*

Wonderful Life
Sutradara: Agus Makkie
Penulis Skenario: Jenny Jusuf
Produser: Angga Dwimas Sasongko, Handoko Hendroyono, Rio Dewanto
Pemain: Atiqah Hasiholan, Sinyo, Lydia Kandou, Alex Ababd 
Penulis Novel: Kiki Raihan
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit: 2016

Buat saya, cerita Wonderful Life ini sangat membuka wawasan, terutama untuk seorang ibu, tentang bagaimana memandang kehadiran anak dalam hidupnya. Bukan hanya kehadiran anak yang ternyata memiliki kekurangan, tapi anak secara umum.

Filmnya kurang lebih sama dengan isi bukunya, karena toh buku yang saya baca merupakan pengembangan dari skenario film. Memang ada beberapa hal yang dijelaskan lebih rinci di buku, namun secara garis besar masih sama. Jadi, review ini saya buat untuk buku sekaligus filmnya ya...

Secara garis besar, cerita Wonderful Life adalah tentang Amalia, seorang perempuan yang tumbuh di tengah keluarga yang mengutamakan prestasi. Ranking di sekolah dan kemudian jabatan bagus dalam pekerjaan merupakan hal yang dituntut dari sang ayah. Amalia selalu merasa takut jika berhadapan dengan ayahnya, namun ia juga merasa harus dapat membuktikan diri sebagai anak yang dapat membanggakan orang tuanya. Sejak kakak laki-lakinya, Nino, meninggal dunia dalam kecelakaan, memang Amalia-lah satu-satunya harapan orang tuanya. Sayang, prestasinya "tercoreng" ketika ia diceraikan oleh suaminya, yang ternyata memang sejak awal sudah dianggap tidak sepadan dengan Amalia oleh ayah Amalia. Dan kini, Amalia harus menghadapi ketidaksempurnaan lainnya: anaknya semata wayang, Aqil, divonis menderita disleksia.

Aqil berusia 8 tahun namun masih sulit membaca dan menulis. Huruf-huruf yang ia tulis berantakan. Ia lebih suka menggambar daripada mengerjakan tugas sekolah. Amalia lalu membawa Aqil ke psikolog. Namun, tidak satu psikolog pun yang menyatakan dapat menyembuhkan Aqil. Sebaliknya, Amalia disarankan untuk membuat Aqil lebih santai dan menikmati hidupnya. Amalia yang tidak puas dengan hasil yang didapat kemudian memutuskan untuk mencoba pengobatan alternatif di pedalaman Jawa. Buatnya, hasil yang harus dicapai untuk masalah Aqil hanya satu: Aqil harus bisa membaca dan menulis dengan lancar seperti teman-temannya. Maka, dimulailah perjalanan Amalia dan Aqil, yang kemudian akan mengubah cara pandang Amalia terhadap anaknya dan juga seluruh hidupnya.

Seperti sudah saya bilang tadi, Wonderful Life memang merupakan kisah yang membuka wawasan. Walau konflik utamanya sebenarnya adalah mengenai hubungan Amalia dengan anaknya yang menderita disleksia, sebenarnya cerita Wonderful Life berbicara mengenai permasalahan umum yang terjadi pada orang tua dan cara pandang orang tua terhadap anak.

Seringkali orang tua memiliki ekspektasi yang membebani anak. Seringkali membandingkan prestasi anak dengan anak-anak lain yang sebaya, memaksa anak mengikuti jejak orang tua, yang akhirnya membutakan orang tua dari bakat dan minat anak yang sebenarnya. Tak heran, jika banyak anak yang kemudian memilih untuk pergi meninggalkan orang tuanya setelah dewasa dan mampu berdiri sendiri. 

Dalam kisah ini, permasalahan itu tergambar dari hubungan Amalia dengan ayahnya, yang kemudian terulang kembali dengan perlakuan Amalia kepada Aqil. Pada awalnya saya kesal sekali dengan sikap Amalia kepada Aqil, yang terasa sangat egois dan tak mau mendengarkan. Apalagi, Aqil adalah tipe anak yang penurut dan pendiam. Namun, semakin cerita bergulir, latar belakang sikap Amalia semakin jelas dan saya pun simpati padanya. Perkembangan hubungan Amalia dan Aqil kemudian terlihat seiring perjalanan dengan mobil yang mereka lakukan berdua, di mana Amalia dapat menghabiskan waktu 24 jam sehari bersama Aqil dan akhirnya benar-benar mengenal anaknya. Dan ketika akhirnya Amalia memutuskan untuk berjuang bersama Aqil, rasanya luar biasa membuat terharu!

Intinya, kisah Wonderful Life ini merupakan kisah yang tak boleh kamu lewatkan. Emosional namun juga membawa pesan yang penting. Tapi, saran saya sih sebaiknya baca bukunya juga selain nonton filmnya. Filmnya bagus, namun karakter Amalia dan Aqil akan lebih jelas terbaca di dalam buku. 

4 comments:

  1. Buku non fiksinya sama buku adaptasi film isinya beda ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku belum baca non-fiksi-nya sih Mbak. Tapi kalo ngebaca cerita hidupnya Amalia Prabowo, sepertinya beda sama film. Aslinya kan si Aqil ini punya adik 2 dan ada keturunan disleksia juga.

      Delete
  2. Wah! Kupikir bukunya sama dengan yang cover terdahulu (dominasi biru dengan gambar2 yg dibuat Akil), gak taunya isinya beda ya krn yg ini lsg adaptasi dari filmnya?

    Jadi penasaran pengen baca buku terbaru dan filmnya...

    Tapi baca buku Wonderful Life yg pertama itu benar2 unik deh! Tulisannya disetting meliuk2 mengikuti gambar2 yg bertebaran di dalam halaman2 bukunya. Seru bacanya!

    ReplyDelete

What is your thought?