Pengarang: Windry Ramadhina
Penerbit: Gagasmedia
Tahun terbit: 2008
Halaman: 286
Fayrani Muid adalah pribadi yang bebas. Walau tumbuh besar sebagai anak tunggal dari keluarga pengusaha sukses, Faye diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupnya. Dan fotografi adalah pilihannya. Faye punya prestasi membanggakan dalam dunia fotografi, walau tingkah lakunya kerap kali serampangan dan tidak bertanggung jawab.
Kebalikan dengan Faye, Diyan Adnan adalah anak sulung keluarga pengusaha sukses Tyo Adnan. Ia mengemban tanggung jawab besar untuk meneruskan bisnis keluarganya. Untuk menjalani komitmen yang telah ia pilih, Diyan harus mengorbankan banyak hal, termasuk cintanya kepada model kondang yang kini berkiprah di Paris, Rera.
Kedua orangtua Faye dan Diyan memutuskan untuk menjodohkan Faye dengan Diyan. Karena alasan bisnis, tentunya. Diyan tentu tidak menolak, walau dalam hatinya ia belum bisa melupakan Rera. Faye, dengan alasan tidak enak dengan kedua orangtua yang selama ini memberi kebebasan, juga menerimanya. Pertemuan keduanya berlangsung canggung dan kerap terpotong oleh kesibukan Diyan. Namun demikian, seiring setiap pertemuan, keduanya mulai merasa nyaman. Sampai suatu hari Diyan mendengar berita bahwa Rera telah kembali ke Jakarta.
Orange adalah novel Windry Ramadhina yang langka, yang banyak dicari pembaca, terutama penggemar baru karya-karya Windry Ramadhina macam saya. Novel debut Windry Ramadhina yang terbit di tahun 2008 ini bahkan bisa dihargai cukup mahal dibanding harga aslinya dan tetap laku terjual saking banyaknya orang yang ingin mengoleksinya. Maka, saya pun penasaran, tapi tetap tidak sampai tahap mau beli dengan harga mahal siiih, terutama waktu dengar kabar kalau di bulan Juni, edisi revisi novel ini akan terbit. Hehehe. Eeeh pas banget, ketika GagasAddict mengadakan kuis berhadiah novel ini lewat twitter, saya menang. Jadi deh saya memiliki novel ini dan membacanya. Memang yang namanya jodoh nggak ke mana ya.
Membaca novel perdana Windry ini serasa membaca novel dari pengarang lain, bukan Windry banget. Aura novel ini ceria, nggak gloomy seperti novel-novel Windry lainnya (terutama Memori). Selain itu, jika di novel-novel Windry lain yang sudah saya baca para tokohnya lebih banyak berbagi pikiran mereka--yang membuat pembaca bisa lebih engaged dengan mereka--di Orange justru tokoh-tokohnya lebih banyak bertindak, sedangkan alasan mereka melakukan apa yang mereka lakukan hanya bisa ditebak pembaca. Singkat kata, novel Orange ini metropop banget deh. Selain itu, saya merasakan sedikit banyak sentuhan Christian Simamora. Saya tidak tahu nyatanya berapa banyak pengaruh Christian Simamora sebagai editor, dalam proses penulisan naskah ini, tapi ada beberapa bagian yang menggunakan kata ganti orang tanpa jelas merujuk ke tokoh yang mana. It is VERY Christian Simamora dan tidak pernah saya temukan dalam tulisan Windry yang lain. Ini tentu bukan sesuatu yang buruk, cuma lucu aja, mengingat saya sudah membaca karya-karya Windry yang muncul belakangan baru baca novel ini. Dan justru bagus, karena berarti semakin ke depan, Windry semakin menemukan ciri khasnya dan akhirnya karya-karyanya bisa dicintai pembaca karena kekhasannya tersebut.
Mengenai jalan cerita, walau temanya sudah cukup pasaran, saya tetap suka. Namun banyak adegan yang saya harap bisa diceritakan lebih rinci. Chemistry antara Faye dan Diyan dan juga Rera dan Diyan terasa kurang. Sebenarnya saya nggak keberatan seandainya halaman buku ini ditambah 100 lagi--ini nggak tahu sih udah telat atau belum, mengingat edisi revisi novel ini akan terbit bulan Juni--kalau bisa menceritakan perkembangan hubungan Faye dan Diyan lebih banyak dan juga flashback hubungan Rera dan Diyan. Satu yang saya suka, detail mengenai pekerjaan Faye sebagai fotografer yang sangat mendukung karakter Faye dan juga sepertinya sangat menyenangkan untuk dibaca; hal yang masih jadi ciri khas Windry sampai sekarang.
Kesalahan penulisan, terutama grammar bahasa Inggris, bertaburan. Nah, ini juga semoga bisa diperbaiki di edisi selanjutnya :D
Secara umum, Orange merupakan novel ringan yang bisa kamu baca di mana saja dengan cepat, seperti saya yang membacanya sepanjang naik Transjakarta rumah-kantor dan kantor-rumah. Sebuah karya debut yang manis. Beli edisi revisinya aja, tapi, dibanding berburu edisi lamanya. Hehe.
sama saya juga tetap suka banyak adegan yang saya harap bisa diceritakan lebih rinci.
ReplyDeletebolehkah ibu menyusui minum susu kental manis