Sunday, June 29, 2014

Ananta Prahadi


Pengarang: Risa Saraswati
Penerbit: Rak Buku
Tahun terbit: 2014
Halaman: 280

Tania adalah perempuan yang sulit dimengerti. Di sekolah, ia tidak punya teman; semua menganggapnya aneh dan gila. Alien. Tania selalu mengikuti kata hatinya dan menolak melakukan apapun yang ia tidak suka. Ia suka berteriak dan membanting barang; ia kerap tertawa keras seperti orang kesurupan. Namun, ada satu bakat yang Tania miliki: melukis. Hanya dengan melukis, Tania bisa mengekspresikan dirinya dengan baik. Sampai suatu hari, anak pindahan asal Subang bernama Ananta Prahadi, masuk ke kelas Tania.

"Hola halo!!!! Nama saya Ananta Prahadi, panggil saja Anta! Umur saya 17, saya pindahan dari Kota Subang, single, cukup tampan, yah yah yah kan? Bohong kalau temen-temen bilang saya jelek hehehe. Apalagi, ya? Oh iya, rajin sholat, dan pandai bersih-bersih rumah!"

Anta yang udik, entah bagaimana, berhasil menjadi sahabat Tania. Bahkan, ketika Anta yang yatim piatu harus kehilangan pamannya yang meninggal dunia, Tania mengajak Anta untuk tinggal di paviliun rumahnya. Sejak saat itu, Tania dan Anta tidak terpisahkan. Ketika Tania telah menjadi seorang pelukis, Anta bekerja mencari pembeli untuk lukisan-lukisan itu.

Anta yang setia lalu memperkenalkan Tania pada seorang lelaki blasteran asal Swiss bernama Pierre. Pierre ternyata, selain menyukai lukisan Tania, juga menyukai Tania. Pierre justru menyukai keajaiban tingkah Tania dan dengan sabar menghadapi kekasaran Tania. Kini, selain Anta, ada satu pria lagi yang tahan menghadapinya. Namun, sampai kapan keduanya akan tahan menghadapi Tania yang egois itu? Bagaimana bila suatu saat Tania harus memilih satu di antara keduanya?

Walau judulnya terkesan bahwa cerita menitikberatkan pada sosok Anta, buat saya sosok Tania justru menjadi pusat cerita, sementara sosok Anta justru hadir dalam posisi yang setara dengan Pierre sebagai tokoh sekunder. Entah mengapa dipilih judul Ananta Prahadi, seakan-akan Anta akan menjadi tema cerita. Buat saya sih lebih tepat jika buku ini diberi judul Tania atau apapun yang tidak terlalu menunjuk ke tokoh Anta seorang.

Sosok Tania, dalam buku Ananta Prahadi ini, sungguh merupakan pribadi yang unik. Tania di awal cerita terlihat sebagai contoh orang yang karena jujur menjadi dirinya sendiri justru dijauhi oleh orang lain. Sikap straight-to-the-point ditambah caranya mengekspresikan perasaan secara meledak-ledak membuat orang lain di sekitarnya tidak nyaman dan bahkan keluarganya sendiri memutuskan untuk tidak mencari masalah dengan Tania. Padahal, bukan berarti Tania tidak punya sifat positif; ia sangat setia dan mengasihi orang yang mau tahan menghadapinya, misalnya Anta.

Namun, seiring cerita, kita akan mengenal sosok Tania sebenarnya: Tania yang rapuh dan tidak berani mengambil resiko untuk disakiti; Tania yang mencoba menutupi segala ketakutannya dengan menjadi kasar dan pura-pura tidak peduli. Ada rasa kesal ketika saya membaca sepak terjang Tania menghadapi masalah yang datang yang sebenarnya disebabkan olehnya sendiri, namun di lain pihak, saya pun merasa bisa berkaca melalui Tania. Memang sih saya tidak seekstrem Tania, tapi sedikit banyak saya bisa mengerti apa yang ia rasakan: menutupi segala ketakutan dengan berpura-pura kuat.Tania beruntung memiliki Anta dan Pierre dalam hidupnya. Anta yang menjadi jembatan bagi dunianya ke dunia manusia lainnya, dan Pierre yang mau membuka diri untuk lebih mengenal Tania--untuk menyeberang ke dunia Tania. Lewat keduanya, harapan untuk menjadi bahagia dan menjalani hidup secara normal terbuka bagi Tania.

Sebuah novel yang menarik dan juga sangat menyenangkan untuk diikuti karena alurnya cepat dan penuturannya pun lincah. Salut untuk pengarang yang dapat mengangkat tema yang menarik dan tidak pasaran. Memang sih ada unsur romansanya, namun tidak seperti yang dibayangkan kebanyakan orang (cinta segitiga blablabla... sinetron banget. Ya kan?). Dan perkembangan emosi para tokohnya benar-benar terasa nyata, bertahap, tidak instan.

Kekurangan dari novel ini, menurut saya, terletak pada editing-nya. Ada beberapa kalimat yang sepertinya akan lebih bagus kalau dipecah menjadi dua kalimat. Misalnya di kalimat pertama: "Aku terduduk malas di bangku kelasku, seperti biasa hari ini terasa begitu menjemukan" yang menurut saya akan lebih tepat jika ditulis "Aku terduduk malas di bangku kelasku. Seperti biasa, hari ini terasa begitu menjemukan." Selain itu, ada juga kesalahan tulis seperti pada kutipan perkenalan Anta yang saya tulis di atas. Kata "apalagi" dalam kalimat tersebut seharusnya ditulis "apa lagi" (dipisah) karena berarti "apakah masih ada lagi?".

Sebagai penutup, novel Ananta Prahadi sangat asyik untuk dibaca karena bisa menjungkirbalikkan emosi kamu, sekaligus ada pelajaran yang bagus yang bisa kamu ambil dari kisah Tania dan segala keajaiban tingkah lakunya.

3 comments:

  1. tak kira buku horor melihat nama penulisnya, udah lama pengen baca lagi tulisan Risa, khususnya lanjutan Danur :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Danur tuh horor tapi kisah nyata gitu ya? Penasaran.

      Delete

What is your thought?