Aiara Nadya Noer atau Ara adalah mahasiswa semester 3 jurusan Matematika. Ia memang menyukai matematika, namun bukan itu alasan terkuatnya memilih jurusan Matematika. Ara memilih jurusan matematika karena di sana ada Fardio Tama alias Dio, tetangga sekaligus seniornya yang pintar, yang Ara percaya akan dapat mengajari Ara semua pelajaran yang susah. Ara diam-diam menyukai Dio dan suka mengirimkan origami yang ditulisi puisi untuk Dio secara anonim. Ara juga berniat mengikuti semua langkah Dio, termasuk konsentrasi Kombinatorika yang diambil cowok itu. Sayangnya, Dio adalah tipikal cowok yang kaku, pendiam, dan tak suka diganggu cewek ribut macam Ara.
Andai kamu tahu
Mimpiku menyamakan langkah denganmu
Berjalan beriring, seiring,
juga menjadi pendamping
Bukan bergerak masing-masing
Rasa sebal Dio akan Ara bukannya tanpa alasan. Dia tahu kalau Ara menyukainya, hanya saja Dio melihat Ara terlalu manja dan hidupnya terlalu tergantung orang lain--dalam hal ini Dio. Ara hanya mengikuti jejak Dio tanpa memikirkan minat dan kemampuannya sendiri. Ara juga sering gagal fokus dan lebih suka melipat origami atau mewarnai buku catatannya ketimbang mengerjakan soal. Padahal, kuliah bukanlah main-main. Pilihan kita di masa kuliah menentukan masa depan kita dalam bekerja. Maka, ketika di satu kesempatan Ara menanyakan tipe perempuan ideal Dio, Dio sengaja menyebutkan segala hal yang bukan Ara: cerdas, bisa menempatkan diri dalam bersikap, berprinsip, sopan, mandiri, peduli, dan nggak cengeng.
Rasaku padamu seperti pagi tanpa hujan
Terang, bersinar
Sampai tak sadar pada tidurku
yang belum selesai
Lelap aku terlalu lelap
Samar antara terang dan gelap
Mana nyata, mana mimpi
Mana harapan, mana ilusi
Aku tak mengerti
Ara lalu mulai tertimpa masalah dengan perkuliahannya. Nilai kuliahnya mulai berjatuhan. Ara merasa ia sudah jungkir balik belajar, namun daya tangkapnya tidak seperti teman-temannya yang lain. Ia meminta bantuan pada Dio tapi sia-sia karena Dio sudah kapok mengajari Ara. Malah Fardian atau Ian, adik Dio sekaligus teman seangkatan Ara, yang membantunya. Ian berbeda dari Dio. Si bungsu ini lebih terbuka dan humoris, dan juga berani bicara blak-blakan kepada Ara. Diam-diam, ia menyukai Ara. Namun sayang, Ara tidak pernah memandangnya lebih dari sekadar teman. Di otak Ara hanya ada Dio, Dio, dan Dio.
Bagaimana kisah Ara selanjutnya? Apakah ia berhasil mengikuti jejak Dio? Bagaimana dengan Dio dan Ian, akankah mereka menjadi saingan?