Pengarang: Wiwien Wintarto
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2009
Halaman: 311
Farah Octaviany Perdana adalah cucu dari Samuel Perdana, seorang pengusaha kaya raya yang baru saja meninggal dunia. Farah yang manja, malas menggunakan otaknya, dan jetset banget dengan pergaulan kelas atasnya sama sekali tidak menyangka kalau almarhum kakeknya akan mewariskannya sebuah bisnis yang "nggak dia banget": bisnis sepak bola. Kakeknya menunjuk Farah sebagai pemilik baru dari Magelang FC, sebuah klub sepak bola profesional yang berlaga di Divisi II Liga Indonesia yang prestasinya mentok banget dan cuma menghambur-hamburkan uang perusahaan.
Farah jelas pusing. Tapi di sisi lain, ada juga yang tidak kalah pusing dari Farah, yaitu Danu Mananta, mantan pemain timnas yang kini menjadi pelatih baru Magelang FC. Danu sudah memiliki prasangka buruk terhadap Farah dan hampir saja menolak menangani tim bermasa depan suram macam Magelang FC yang masa depannya tambah suram setelah Farah menjadi pemiliknya. Namun, kehadiran Achie, sepupu Farah yang cantik dan profesional yang selalu membantu dan membujuk Farah agar sepupu "liar"-nya itu mau menjalankan tanggung jawabnya, membuat Danu bertahan walau perdebatan sengit dengan Farah tentu bukan sesuatu yang dapat dia hindari dan membuatnya kesal setengah mati.
Di tengah perseteruan Farah dengan Danu dan juga ancaman degradasi Magelang FC, terselip pula kisah cinta Farah dengan seorang cowok alim yang sudah punya tunangan, Agus. Keadaan ini semakin membuat kondisi kacau balau, terutama setelah Agus menyusul Farah ke Magelang, markas Magelang FC berada. Di tengah kekacauan ini, berhasilkah Farah mengangkat prestasi Magelang FC? Apakah Farah benar orang yang tepat untuk pekerjaan semacam ini?
The Sweetest Kickoff merupakan salah satu buku yang saya beli di Bazaar Gramedia Palmerah minggu lalu dengan harga Rp. 10.000. Murah ya? Nggak heran juga sih, karena buku ini terbitan tahun 2009. Saya sejak lama memang sudah tertarik membaca tulisan Wiwien Wintarto, seorang pria yang menulis kisah untuk lini yang mayoritas pembacanya kaum hawa. Sebelumnya saya cuma tahu Christian Simamora dan saya lumayan suka tulisannya. Jadi, mungkin tulisan Wiwien Wintarto juga akan menyajikan sesuatu yang asyik dibaca dan unik. Dan sesuatu yang unik memang sudah dijanjikan dari judul novel ini, The Sweetest Kickoff. Bayangkan saja, Metropop namun bercerita mengenai dunia sepak bola yang laki-laki banget. Wow!
Maka saya pun mulai membaca buku ini dengan semangat.
Setelah membaca, sejujurnya, dari segi topik, memang menarik. Saya juga menikmati detail sepak bola yang dituliskan pengarang. Walau saya tidak begitu mengerti peraturan sepak bola, saya tetap merasakan ketegangan dan keseruan seputar pertandingan. Plotnya pun, walau terkesan FTV banget, cukup mengalir. Buat penggemar kisah romance, mungkin akan mendapati porsinya kurang karena sepertinya penulis lebih fokus ke perkembangan diri Farah, dari yang tadinya manja dan tidak pernah mikir berat menjadi bertanggung jawab atas hidup banyak orang. Tapi buat saya pribadi sih, saya nggak keberatan. Toh, saya memang lebih berharap ke cerita seputar perjuangan Farah di dunia sepak bola ketimbang cinta-cintaan yang rasanya bakal begitu-begitu saja.
Hanya sayangnya, saya merasa kalau Pengarang kurang memperhatikan detail karakter Farah. Saya menemukan banyak kejanggalan dan ketidakkonsistenan, serta ada pula informasi yang kurang dari latar belakang Farah. Jadi ceritanya si Farah ini sejenis Paris Hilton-nya Indonesia. Dia cantik, kaya raya, dan selalu menggunakan barang-barang kelas satu. Namun, mobilnya hanya VW Beetle (bukan New Beetle yaa); ia cas-cis-cus bahasa Inggris hanya karena pernah les bahasa Inggris bersama Achie, bukan karena kuliah di luar negeri--btw, nggak jelas juga Farah ini latar belakang pendidikannya apa dan di mana. Lalu ada satu bagian di mana dijelaskan kalau Farah hampir tidak pernah meninggalkan Jakarta, tapi di bagian lain diceritakan kalau dia suka party-party sampai Ibiza segala. Mungkin maksudnya nggak pernah ke daerah lain di Indonesia tapi suka ke luar negeri ya... Yang lebih lucu lagi, selama cerita, Farah sepertinya lebih banyak ngendon di kamar bareng laptop dan berinternet ria ketimbang party. Jadi sebenarnya Farah ini manusia macam apa, tipe anak gaul atau anak rumahan?
Lalu, ada juga bagian di mana saya merasa setiap wanita baik-baik akan merasa dilecehkan, yaitu ketika Agus dengan polosnya mengaku habis masturbasi di WC pom bensin setelah bertamu ke rumah Farah dan melihat Farah hanya mengenakan baju tipis dan celana pendek. Mendengar pengakuan Agus itu, Farah cuma tertawa-tawa. WHAAT???
Untungnya, di paruh terakhir buku, setelah Farah berada di Magelang dan sakit, cerita menjadi menarik. Dan bagian Farah ngamuk di kamar ganti pemain benar-benar kocak. Selain itu, perkembangan hubungan antara Achie dan Danu juga asyik untuk diikuti.
Akhir kata, sebenarnya sih saya nggak puas baca buku ini. Banyak banget hal yang membuat kening saya berkerut karena nggak sreg dan beberapa kali juga saya bertanya, apakah editornya lagi ngantuk waktu ngecek logika ceritanya. Tapi untuk sekadar hiburan dan untuk membunuh waktu di Transjakarta dan macet Jakarta, lumayanlah.
No comments:
Post a Comment
What is your thought?