Di hari ke-3 ini, saya berkesempatan menanyakan 1 pertanyaan ke Windry Ramadhina. Kebetulan, ada pertanyaan yang sebenarnya sudah lama membuat saya penasaran dan pengen banget saya tanya ke, bukan hanya ke Windry Ramadhina, namun juga ke semua pengarang novel. Tapi, karena dari 3 novel Windry Ramadhina yang saya sudah baca saya selalu berhasil menemukan karakter yang unik dan kayaknya nyata banget, rasanya paling tepat kalau pertanyaan ini saya lontarkan ke Windry Ramadhina.
Nana:
Adakah tokoh novel mbak Windry yang ditulis karena mbak ingin jadi
seperti si tokoh itu? Kalau
tidak ada, biasanya mbak terinspirasi menulis karakter dan detail hidup
mereka dari mana?
Biasanya, dalam tokoh cerita selalu ada sedikit bagian dari diri si penulis. Secara sadar atau tidak sadar, penulis suka menyelipkan harapannya atau rahasianya saat bercerita. Terkadang, harapan dan rahasia itu diwakili oleh tokoh-tokoh yang dia ciptakan. Bisa jadi tokoh itu adalah peran yang ingin dimainkan oleh penulis apabila dia punya kesempatan terlahir kembali sebagai pribadi yang berbeda. Bisa juga tokoh itu menggambarkan sosok yang ingin dia temui. Atau, tokoh itu adalah sisi lain dirinya yang selama ini tidak punya tempat di kehidupan nyata. Yah, semacam "alter ego". Dan, penulis punya banyak sekali "alter ego". Kami menderita kelainan kepribadian ganda.
Saya akan cerita sedikit tentang kepribadian ganda ini. Tentunya, ini berkaitan dengan pertanyaan Nana.
Dalam cerita roman, tokoh utama lelaki sering menjadi titik perhatian utama penulis. Karena, kebanyakan pembaca cerita roman adalah perempuan. Saya menyukai lelaki pintar. Selain itu, dia punya kedudukan, kuat, dominan, berpembawaan tenang, dan tidak boleh mengumbar kata-kata manis. Saya tidak suka lelaki yang kelewat romantis. Jadi, tokoh lelaki dalam novel saya harus memenuhi kriteria-kriteria itu. Maka, lahirlah Diyan (Orange), Bram (Metropolis), dan Simon (Memori).
Lucunya, di sisi lain, saya juga menyukai lelaki yang "butuh pertolongan". Ada kalanya saya tertarik kepada lelaki lemah. Saya ingin membantu mereka saat jatuh. Rayyi (Montase), misalnya. Atau, Gilang (London) dan Johan (Metropolis). Dan, di sisi lain lagi, saya merindukan lelaki menarik yang bandel, yang berbahaya. Karena itu, saya membuat Samuel (Montase) dan Kai (Interlude).
Bagaimana dengan tokoh perempuan? Tokoh utama perempuan adalah saya. Saya dalam kepribadian yang berbeda. Saya punya ketakutan yang sama dengan Mahoni (Memori). Lewat cerita, saya ingin membuang ketakutan itu. Saya adalah Goldilocks (London) yang menyukai hujan. Dan, saya adalah Faye (Orange) yang senang bepergian dan memotret kehidupan.
Tetapi, dalam Interlude, saya bukan Hanna. Saya ingin menjadi Hanna. Tidak berarti saya berharap mengalami kejadian buruk yang Hanna alami. Tetapi, coba bayangkan betapa menyenangkannya apabila kita berada di posisi Hanna, lalu bertemu dengan seseorang yang menerima kita apa adanya, mencintai, dan mau membantu kita bangkit.
Harapan dan rahasia bukan satu-satunya inspirasi penulis dalam menciptakan tokoh. Kami juga suka memakai orang-orang terdekat untuk dimasukkan ke cerita. Bev, Andre, dan Sube (Montase); ketiganya adalah teman yang sudah saya kenal empat belas tahun. Saya meminjam karakter mereka dan ada keasyikan tersendiri saat melakukan itu. Ayu (London) juga demikian. Sosok aslinya punya nama yang sama. Penggila buku pula.
Begitulah. Sekarang kalian tahu dari mana tokoh novel saya berasal.
Hmm.. seru nih jawabannya. Biasanya, sebagai pembaca, kita merasa "hidup" berkali-kali di lain dunia karena terhanyut oleh tokoh, setting, dan isi cerita yang kita baca. Ternyata, pengarang juga mengalami hal seperti itu. Lewat tokoh-tokoh yang ditulis dan kisah yang dijalin, penulis seperti mendapatkan tempat untuk menjadi orang lain berkali-kali dan dengan beragam sifat yang mungkin di kenyataan cuma bisa tersimpan di dalam diri.
Tapi yang paling menarik buat saya sih justru yang terakhir. Kira-kira kapan ya saya bisa dimasukkan sebagai tokoh novel seseorang? *celingak-celinguk nyari penulis buat dideketin* Dan kira-kira saya akan jadi tokoh yang bagaimana ya?
Terima kasih buat mbak Windry atas waktunya. Semoga kapan-kapan kita bisa ketemu dan ngobrol lebih banyak ya. Dan sukses juga untuk karya-karyamu selanjutnya.
Kalian juga bisa bertemu Windry Ramadhina di sini:
Teman-teman pembaca blog Glasses and Tea, masih ada 2 hari lagi tersisa. Ikuti terus blog tour ini yaa...
Sip!
ReplyDeleteTambah info ni stlah bca post-ny Nana.
Ternyata gtuu..
Dtnggu post hri brikutnya..
Hehe. Besok review bukunya ya Mon
DeleteTokoh = penulis (kepribadian, hobbi, harapan, dll.) Wiw, jawaban yang awewwwsome :)
ReplyDeleteIya. hehe
DeleteEmang gitu ya.. Saya kalo nulis cerpen juga kebawa-bawa harapan dan rahasia saya ._.
ReplyDeleteIya ya? Aku hampir nggak pernah nulis sih.. cuma demen baca dan nulis review. hehe
DeleteCoba sekali-kali nulis cerpen, Kak. :D
DeletePernah sih bikin, waktu sekolah buat tugas Bahasa Indonesia, tapi kan itu beda ya, isinya bener-bener buat dapet nilai bagus. Hihi. Pengen juga coba nulis lagi tapi cari inspirasi dulu.
DeleteIni dia postingannya saya untuk Blog Tour ketiga :D
ReplyDeletehttp://ridhodanbukunya.wordpress.com/2014/05/23/blog-tour-interlude-day-3/
kalo mengamati beberapa penulis kayaknya emang bener banget, misalnya dalam hal ini mbak Windry sering banget masukin unsur arsitek dan fotografi ke novelnya, contoh yang lain adalah Ika Natassa yang selalu memasukkan unsur profesi aslinya, kesukaannya terhadap fotografi dan John Mayer
ReplyDeleteKalo aku yang bikin novel berarti kombinasinya hukum, ngerajut, dan.. Thomas Djorghi.. (??!!!). Jadi penasaran sendiri apa hasilnya. ahahaha... kalo kamu apa Lis?
Deletewakakakakka, kamu tuh ada-ada aja, masak Thomas Djorghi, eh tapi dia cakep juga ya #lah
Deletekalo aku mungkin bakalan kayak Grey's Anatomy =))
Iya aku suka banget Sembako Cinta sama Umpan Cinta-nya Thomas Djorghi.. awet muda pula tuh cowok. Hadeuuuh...
DeleteHaha seru Lis kalo kaya Grey's Anatomy asal jangan belibet banget romance-nya. Aku udah puyenglah ngikutin serial itu.
Thomas Djorghi, Na?? :)))
DeleteWindry kerasa banget "hadir" dalam novelnya di Memori. Mungkin karena tokohnya arsitek seperti kata Sulis.
Hahhahaha. Nanti kalo aku bikin novel, karakter Mbak yang "pereview novel yang membaca dengan kaca mata dan secangkir kopi di pagi hari" deh Mbaaaaaaaak XD
ReplyDelete