Pengarang: Arini Putri
Penerbit: Gagasmedia
Tahun Terbit: 2015
Halaman: 349
Semua bermula dari sebuah novel grafis yang ditemukan Bagas di toko buku. Novel grafis itu berisi kisah yang mirip dengan kisah masa SMA-nya di kelas XII Bahasa, kelas buangan yang terletak di bawah tangga. Ternyata, novel grafis itu adalah buatan Dani, teman sekelas Bagas yang selalu duduk di belakang dan pendiam namun diam-diam selalu mengamati dan merekam keseharian teman-teman sekelasnya. Dani membukukan kisah anak-anak kelas XII Bahasa karena ia berharap suatu hari, kisah mereka akan dapat diselesaikan.
Angkatan Bagas adalah angkatan terakhir kelas XII Bahasa. Berisi murid-murid yang dicap sebagai anak-anak buangan--karena tidak bisa masuk IPA dan IPS, kelas ini sebenarnya penuh dengan remaja normal dengan segala problema dan dinamikanya. Ada Bagas dan Sharon yang berotak encer dan sebenarnya bisa masuk ke jurusan IPA atau IPS tapi memilih masuk Bahasa. Ada pula Angin, si pemalas yang selalu tidur di kelas tapi entah kenapa sangat dipercaya Sharon untuk mengkritik cerita tulisannya. Lalu ada Dito dan Nira yang ceria dan diam-diam saling menyukai. Belum lagi kelompok G5 yang terkesan badung tapi ternyata anti rokok. Tak mau ketinggalan, ada pula Bu Fitri, sang wali kelas yang selalu optimis dan percaya murid-muridnya akan bisa menjadi orang-orang yang berguna di masa depan.
Lalu mengapa Kelas XII Bahasa bisa ditutup? Hal apa yang terjadi di penghujung tahun terakhir SMA Bagas dan kawan-kawannya sehingga membuat Dani merasa kalau bertahun-tahun kemudian kisah itu butuh penutup?
Saya menyukai cara Arini mengupas setiap permasalahan yang dihadapi anak-anak kelas Bahasa. Walau terkesan bengal dan tidak berprestasi, satu per satu memiliki pemikiran, cita-cita dan juga problema masing-masing. Ada Bagas yang merasa selalu hidup di bawah bayang-bayang ayahnya, ada Sharon yang memilih jalan bertentangan dengan kedua orangtuanya namun dihadapkan pada persimpangan antara impian dan menuruti kemauan orangtuanya, ada kelompok G5 yang berjuang mengembalikan teman mereka yang mulai berjalan di jalur yang salah. Ada juga Dito dan Nira yang lucu dan diam-diam saling menyukai. Dan tentu saja, Angin. Angin oh Angin, betapa berat masalah yang kamu hadapi, Angin....
Selain permasalahan setiap murid, diceritakan juga perkembangan hubungan mereka dan juga peran sang guru, Bu Fitri, dalam menyuntikkan semangat kepada murid-muridnya. Saya rasa, setiap sekolah membutuhkan guru seperti Bu Fitri, yang percaya dan terus mendukung murid-muridnya, walau murid-murid itu dicap bodoh dan pembangkang sekalipun.
Tokoh favorit saya adalah Bagas dan Dito, dua sahabat yang kompak walau sering berantem. Dan ketika Angin sudah bersama-sama mereka, rasanya mereka bisa menaklukkan dunia.
Sayangnya, karena keterbatasan halaman, saya merasa klimaksnya kurang terasa. Sayang banget. Di satu sisi, saya menikmati bagaimana Arini memutuskan untuk mengupas tiap tokoh. Namun, di sisi lain, tentu saja hal ini menghabiskan banyak halaman sehingga akhirnya klimaksnya tidak mendapatkan porsi yang cukup dan tahu-tahu cerita sudah berakhir. Seandainya cerita ini bisa dibuat berseri atau dengan konsep companion books, di mana tokoh utama tiap buku berhubungan namun cerita tiap buku tetap bisa berdiri sendiri, mungkin kisah setiap tokoh bisa mendapatkan klimaks masing-masing yang lebih greget.
Namun demikian, buku ini tetap menarik dan sungguh baik untuk dibaca oleh kaum remaja. Ceritanya menyemangati remaja agar tetap optimis dalam mengejar cita-citanya, dan juga tidak mudah menyerah dalam menghadapi permasalahan hidup.
bukunya bagus ka
ReplyDeleteRoyal Danisa Butter Cookies