Pengarang: Windry Ramadhina
Penerbit: Gagasmedia
Tahun terbit: 2014
Halaman: 318
Ketika An melamar kerja sebagai asisten koki di toko kue milik sepupunya, Afternoon Tea, An tidak pernah menduga kalau membuat kue akan sangat sulit. Dulu, An memang lebih fokus menjadi koki masakan Italia, dan ia pikir membuat kue tidak akan lebih sulit daripada membuat masakan Italia. Ternyata, pikirannya salah. Memang sejak dulu membuat kue adalah keahlian saudara kembarnya, Arlet, bukan dirinya.
Koki kebanggaan Galuh itu memang kelewat serius. Sikapnya benar-benar kaku. Seolah-olah, dia tidak menikmati hidupnya. Seakan-akan, dia tidak tahu bagaimana cara bersenang-senang. Dan, karena itu, aku sangat suka menggodanya.
Di Afternoon Tea, An memiliki atasan yang genius namun dingin, Julian, yang ternyata menganggap keberadaan An justru menyusahkan. Julian tidak membutuhkan asisten, apalagi yang ceroboh seperti An. Namun An tidak mudah menyerah. Dengan sifatnya yang ceria, ia tetap bertahan dan berlatih untuk menjadi koki kue yang baik. Ia senang menggoda Julian, yang pipinya merona merah dan jadi salah tingkah setiap kali digoda.
Keadaan mulai berubah ketika lelaki dari masa lalu An datang. Jinendra namanya. Masa lalu yang An miliki bersama Jinendra dan juga melibatkan Arlet adalah masa lalu yang ia ingin lupakan, karena hal itu menyakiti Arlet. Dan apa yang menyakiti Arlet juga menyakiti An. Jinendra ingin An kembali memasak masakan Italia untuknya, atau sekadar kembali ke impian lama An, karena impian yang An jalani kini adalah milik Arlet. Namun An tidak ingin menyerah begitu saja. Ia bertekad mewujudkan impian Arlet. Sampai akhirnya ia sadar kalau apa yang ia lakukan justru menghancurkan impian Arlet dan dirinya.
"Kau tidak pernah ingin menjadi koki kue. Aku tidak melihat impian itu dalam dirimu. Itu impian saudara kembarmu, dan aku berani bertaruh untuk itu juga. Dan lagi, sejak kapan kau bekerja di Afternoon (Tea) bukan untuk main-main? Kau main-main setiap waktu."
❤❤❤❤❤❤❤
Dulu, di kantor lama saya, saya punya teman yang punya saudara kembar identik. Dan mereka berdua sangat dekat dan punya ikatan yang sangat kuat. Begitu kuatnya sampai-sampai apa yang dirasakan yang satu juga dirasakan yang lain. Saya kira hal seperti itu hanya ada di film atau novel, tapi ternyata betul-betul ada di kenyataan. Sebut aja kedua kembar ini Kaka dan Ade, dan teman saya adalah si Kaka. Keduanya sudah menikah dan si Kaka sudah punya anak satu. Si Ade sedang hamil anak pertama. Suatu hari, si Kaka datang ke kantor dengan wajah pucat dan mengeluh perutnya sakit. Ternyata, hari itu, kembarannya masuk rumah sakit karena akan melahirkan. Pas saya tanya apakah dia nggak apa-apa, si Kaka menjelaskan kalau ia akan sembuh dengan sendirinya setelah proses melahirkan si Ade selesai dan bahwa hal ini juga terjadi pada Ade ketika Kaka melahirkan. Saya hanya bisa takjub mendengarnya.
Saya tidak memiliki saudara kandung sehingga mungkin hal-hal seperti ini merupakan hal yang asing buat saya. Namun, mendengar cerita teman saya, sedikit banyak saya bisa mengerti perasaan An. Seumur hidupnya, selalu ada Arlet di sampingnya. Mereka belajar bersama, mereka bekerja bersama, mereka tinggal bersama, bahkan mereka berbagi impian bersama--untuk membangun sebuah trattoria atau restoran bernuansa santai a la Italia. Ketika akhirnya mimpi itu tidak dapat dicapai bersama lagi akibat kehadiran seorang pria, tentu An merasakan kekosongan yang sangat besar dalam hidupnya dan yang ia rasakan hanyalah penyesalan.
Saya suka dengan pilihan Windry Ramadhina untuk menggunakan An sebagai narator. Pribadi An yang ceria dan cuek agak berbeda dengan tokoh-tokoh utama yang pernah Windry pilih dalam novel-novelnya yang pernah baca sebelumnya, yang biasanya cenderung melankolis. Ke-"ngasal"-annya dapat terlihat dalam tingkahnya menghadapi Julian dan keingintahuannya terhadap Ayu, tamu rutin Afternoon Tea yang kehadirannya selalu membawa hujan. Karena kepribadian An yang ceria inilah maka rasa bersalah dan kesedihan yang An coba kubur semakin terasa bagi saya; bagaimana An mencoba menutupi perasaannya dan tak henti-hentinya bersikap ceria walau ia tahu bahwa yang ia lakukan sebenarnya membuatnya menderita. Kontradiksi penampilan luar An dengan isi hatinya sangat terasa dan membuat emosi buku ini semakin mengena.
Kekuatan lain novel ini tentu terletak pada penggambaran passion An dan Arlet serta Julian dalam dunia kuliner. Seluruh pembicaraan mereka selalu melibatkan nama-nama dan referensi kuliner. Dan segala deskripsi kue dan makanan di buku ini juga sepertinya sangat detail, membuat saya langsung browsing makanan apa yang dimaksud--karena saya memang tidak terlalu familier dengan kue-kue dan masakan Italia. Saya rasa, novel yang baik adalah novel yang tidak hanya membuat pembacanya larut dalam jalannya cerita, namun juga memberikan pengetahuan dan minat baru bagi pembacanya. Dan saya rasa, itulah yang dihadirkan oleh Walking After You.
Kalau kamu punya saudara kandung yang sering cekcok dengan kamu atau sekadar tidak dekat, ada baiknya baca buku ini. Saya rasa, buku ini akan membuatmu lebih menghargai kehadiran saudara kandung. Selain itu, untuk yang suka dunia kuliner, buku ini pas banget buat kamu.
betul, Buku ini akan membuat kita lebih menghargai kehadiran saudara kandung..
ReplyDeletecopper adalah